Rabu, 01 Desember 2021

SANDWICH

 Sudah tiga hari ini aku memilih diam dan menghindar dari papa. Bukan karena uang jajanku dikurangi. Aku mahasiswa semester akhir di universitas ternama di Indonesia. Uang bagiku bukan hal yang begitu penting. Karena aku percaya ketika kita berbuat baik uang akan datang dengan sendirinya. Aku adalah Mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial yang aktif di organisasi kampus BEM. Demo adalah kegiatanku sehari-hari. Karena bagiku banyak hal-hal yang belum jelas di Indonesia dan harus diperjelas. Kami mempelajari banyak hal yang orang tidak pelajari, mengetahui apa yang orang lain tidak ketahui dan menyuarakan apa yang orang lain rasakan. Sebagai mahasiswa aku perlu melakukan itu karena kalau bukan kami, siapa lagi yang akan menyuarakan hak-hak yang hampir dilucuti oleh para penindas. Siapa yang akan membuka pikiran rakyat yang hampir terparadigma oleh tikus-tikus yang duduk-duduk dibalik meja DPR.

Aku bukan tipe perempuan yang gemar menonton televisi, hanya saja akhir-akhir ini ada berita yang membuat aku harus mengikutinya setiap hari dan melakukan pengawasan. Aku tidak seperti biasa melakukan hal ini, biasanya setelah aku menonton sehari aku akan mengamati titik kesalahan dari kebijakan yang dibuat oleh petinggi negeri setelah itu melakukan pembenahan dan menyuarakannya dengan jalan demo. Setelah tugas untuk menyuarakan hak-hak selesai, aku akan mematikan televisi dan kembali menekuni skripsi yang tengah aku kerjakan. Sebagai mahasiswa akhir, skripsi bukan halangan bagi kami untuk berhenti menyuarakan hak. Justru, semakin tinggi tahun kuliah kami, maka semakin berat pula beban untuk membukakan mata masyarakat Indonesia.

Berita tentang reklamasi jakarta beberapa hari terakhir menjadi trending topik di berbagai TV swasta, bukan karena aku tinggal di sekitar daerah reklamasi. Aku tinggal di pusat kota dan tidak ada dampak berarti seperti para nelayan yang tinggal di daerah itu. Tapi karena papa adalah salah satu orang yang ikut terlibat di dalamnya, meskipun aku lega papa bukan termasuk orang yang ikut terseret dalam kasus perusahaan properti ternama di Indonesia. Tapi tetap saja papa adalah pihak yang mendukung adanya reklamasi. 






Aku melihat papa muncul di layar kaca sebelum aku pergi untuk beraksi di Gedung Balai Sarbini dengan rekan mahasiswa lain. Papa juga berkomentar tentang dampak positif reklamasi jakarta yang sedang menjadi trending topic dan sontak saja komentar papa membuat teman-temanku tersulut emosi dan mengatakan bahwa statement itu hanya menguntungkan warga mengengah atas.

Papa adalah salah satu pejabat dari salah satu partai ternama di negeri ini, aku percaya bahwa papa bukan salah satu dari tikus-tikus yang ikut menggerogoti hak rakyat karena sejauh ini penghasilan terbesarnya justru bukan berasal dari gedung DPR melainkan dari bisnis properti papa dan mama yang akhir-akhir ini mulai dilirik oleh sebagian orang dan dianggap bahwa properti adalah bisnis yang menguntungkan.

Aku ingat pertama kali papa masuk ke dunia politik adalah keinginan kakek sebelum meninggal. Sebenarnya papa tidak ingin menjadi salah satu di antara mereka karena bagi papa politik itu kejam. Papa berulang kali mengatakan itu kepada Aku dan Orion, kakakku. Papa pernah berkata bahwa “Jangan pernah menjadi anggota partai politik sebelum gajimu melebihi gaji anggota politik karena itu hanya akan membuat kamu gelap mata”

Dan semua mindset baik tentang papa tiba-tiba hancur saat melihat papa menyuarakan apa yang tidak ingin aku dengar.


“Athena mau berapa lama kamu mau makan di kamar? Kamu tidak berniat mencari perhatian mama kan?” statement mama membuat aku akhirnya keluar dari ruang meditasiku dan ikut bergabung dengan papa di meja makan.

 “Sudah selesai meditasinya?” aku hanya melirik pria berkumis yang duduk di depanku.

“Kalau bukan mama yang meminta, aku juga tidak akan mau makan dengan orang yang tertawa di atas penderitaan orang lain” jawabku dengan sedikit sengit

“Kamu mau sandwich isi apa sayang?” nada halus mama membujukku

“Biasanya ma” nadaku sedikit meleleh

“Sandwich daging tanpa telur?” aku mengangguk mengiyakan.

Papa hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Entah apa yang ada di pikiran papa. Mungkin dia merasa menang atau menganggap aku hanya bocah yang hanya ikut-ikutan.

“Papa tidak ingin berdebat dengan gadis kecil papa pagi-pagi seperti ini” papa berusaha mengajaku berbicara tetapi sia-sia, aku tetap tutup mulut sambil memutar-mutar makanan di piringku.





“Athena, bisakah kamu tidak memutar makanan?” aku selalu tidak bisa membantah mama, kalau saja bukan mama yang meminta aku tidak akan mau semeja dengan papa.


“Dek, makan gih! Lagian kamu ini kenapa sih, abang ngga paham sama kamu dan juga... sama papa. Urusan begituan tuh, ngga usah dipikir terlalu dalem! Buang tenaga” Orion mulai menyebalkan. Aku selalu tidak suka dengan intonasi bicaranya yang sarkastik. Aku yakin intonasi itu didapatkan dari papa. Untung saja kakakku itu tidak masuk di jurusan politik, jadi aku selalu bisa mematahkan segala statement yang sebenarnya masuk akal hanya saja dia tidak paham. Setelah lulus SMA dia lebih memilih untuk masuk di kedokteran sesuai saran mama dan akhirnya dia menuruti. Berbeda denganku yang dari awal bersikukuh untuk masuk ke salah satu jurusan dari fakultas sosial dan politik. Papa berulang kali melarangku tapi mama selalu bijaksana memberikan keputusan akhir kepada anak-anaknya.

“Papa kenapa jadi begini?” aku memulai pembicaraan dan berharap papa tidak benar-benar atas statementnya tempo hari.

“Begini apanya?” papa selalu menanyakan pertanyaan yang sama dan hal itu selalu membuatku malas.

“Ya papa kenapa sekarang malah mendukung kebijakan yang tidak terarah, bukannya papa dulu adalah orang yang antiberkomentar mengenai segala bentuk kebijakan” aku mulai berceloteh panjang dan papa tetap saja hanya menyunggingkan senyum.

“Athena... Reklamasi Teluk Jakarta itu adalah kebijakan yang benar menurut papa” papa melahap sesendok nasi dan mulai melanjutkan diplomasi nya “banyak hal-hal yang tidak kamu sadari, banyak dampak positif yang sebenarnya kamu tahu papa yakin cuman kamu tidak berani membenarkannya”

“Dampak positif apa? Athena tidak melihat adanya dampak positif dari Reklamasi Teluk Jakarta” aku tidak mau kalah begitu saja dengan papa, aku harus tetap membuat papa berada di pihakku dan menarik semua statementnya.

“Coba sekarang papa ingin tahu, apa alasan kamu tidak mendukung Reklamasi Teluk Jakarta?” papa mulai berbicara serius, wajahnya tidak lagi banyak menyunggingkan senyum dan ini artinya aku sudah mulai berhasil mengubah pikiran papa.

Atleast ada 17 alasan kenapa aku tidak menyetujui apa yang papa setujui” mama dan Orion hanya menatap kami berdua tidak percaya “ok pertama, papa sudah mengambil pekerjaan atau lahan para nelayan, kedua papa sadar ngga kalau adanya reklamasi itu bakal bikin ikan-ikan di sana mati?” aku menunggu papa berkomentar.




“Lalu apalagi?”

“Ketiga pencemaran ekosisten dan masih banyak lagi” aku menyudahi alasan diplomatisku dan menunggu papa berbicara

“Sebelum itu papa ingin bertanya, kamu menyalahkan kebijakan pemerintah karena kamu memang yakin itu salah kan? bukan karena kamu harus mencari kesalahan mereka kan?” 

“Tunggu, kenapa papa jadi berbicara seperti ini, kenapa papa mulai menyudutkan aku”

 “Mama kamu memberi kamu nama Athena itu bukan untuk memperjuangkan apa yang bukan seharusnya diperjuangkan loh ya” 

“Kenapa papa jadi membawa bawa namaku, papa tidak berpikiran bahwa aku hanya ikut-ikutan kan.

“Mm..... ya... memang karena bagiku kebijakan mereka salah. Kebijakan mereka harus diawasi dan masyarakatlah yang mengawasi” aku menjawab dengan cukup yakin


“Pertama, kamu harus tau bahwa sebelum kamu memikirkan semua kekurangan itu pemerintah sudah selangkah lebih maju daripada kamu, nelayan tidak ada yang berlayar ke teluk kotor seperti itu, kalau memang ada pasti warga jakarta sudah kaya raya. Toh faktanya teluk itu tidak ada kegiatan berlayar seperti yang kamu tau” aku mulai mengangkat alis “kedua mengenai ikan, tidak ada ikan yang hidup di teluk sekotor itu. Jadi kamu dan teman-temanmu tidak perlu khawatir soal itu. Dan soal ekosistem, kamu tahu banyak negara yang sudah melakukan reklamasi dan banyak dari mereka berhasil”


“Aku sudah membacanya tapi papa kan tahu resiko negatifnya lebih banyak daripada positifnya”

“Kamu lupa papamu ini pebisnis properti” aku mulai tidak mengerti arah pembicaraan papa “reklamasi bisa sangat menguntungkan papa sebagai pelaku bisnis, harga properti akan sangat tinggi! Apalagi mengingat tempatnya di pinggiran laut, papa sudah berencana akan membangun resort”

“Dan reklamasi hanya menguntungkan kalangan atas” aku baru sadar bahwa posisi papa sebagai anggota partai hanya dijadikan batu loncatan untuk bisnisnya. Aku tidak habis piker.

“Kamu  pikir  jika  reklamasi  dihentikan,  apa  bisa  menguntungkan  kalangan  bawah?

“Sejauh ini bagaimana yang kamu lihat?”




“Lalu sebenarnya bukankah kalangan bawah adalah prioritas utama pemimpin daerah” papa kembali tertawa di antara kunyahannya “reklamasi hanya untuk menyejahterakan kalangan atas agar bisa menjual properti mereka dan kalangan bawah semakin tidak bisa mendapatkan tempat tinggal layak”


“Memangnya sebelum reklamasi apa mereka sudah tinggal di tempat yang layak?” aku tidak menyukai perdebatan ini, tapi aku belum puas dengan papa “menurutmu apa lebih baik jika tidak menyejahterakan kedua kalangan? Kamu pikir kamu sekarang bisa makan karena apa? karena hasil bisnis properti papa dan mama Athena.” 

Aku melihat mama menepuk bahu papa dengan lembut, papa mulai tersulut kemarahan. Oke, aku tidak akan memperpanjang ini

“Paaa......”

“Inilah alasan kenapa papa tidak suka kamu masuk di kuliahmu sekarang, atas dasar apa kamu memikirkan kepentingan orang lain tapi tidak dengan keluargamu. Kamu pikir pajak terbesar negaramu dari kalangan mana? negaramu bisa membangun seperti ini juga kurang lebihnya karena mereka sogokan para kalangan elite dan semua infrastuktur kamu pikir cuman kalangan elite yang menikmati? apa itu belum bisa dikatakan sebagai menyejahterakan kalangan yang katamu harus diperjuangkan?”

“Ini bedaa paa”

 “Beda apanya? Kamu terlalu terdoktrin dengan skeptis bahwa kebijakan pemerintah harus selalu dibenarkan selalu harus dikawal. Kalian para mahasiswa tau apa soal kebijakan ekonomi pemerintah. Coba kamu tanya mamamu yang seorang ekonom” mama hanya tersenyum sambil menepuk bahu papa


“Mama memberi kamu nama Athena berharap kamu bisa menjadi bijaksana tapi bukan hanya melihat ke satu sisi sayang, kamu terlalu fokus pada doktrin menyejahterakan masyarakat kalangan bawah, tapi kamu sendiri tidak membandingkan kondisi sebelumnya. Pemerintah membuat kebijakan pasti tidak hanya negatif, kamu pernah berfikir seandainya reklamasi itu terealisasi akan banyak resort, akan banyak hotel terbangun dan kamu tidak sadar bahwa hal itu akan menyerap tenaga kerja, bukankah itu sudah cukup seimbang?” mama tersenyum sambil meninggalkan kami semua ke dapur. Aku tetap tidak bergeming dengan pendapatku bagiku untuk saat ini tidak ada alasan yang tidak bisa kupatahkan, sekalipun itu mama.




“Ada banyak alasan kenapa reklamasi itu benar-benar tidak baik pa” aku mulai menjelaskan satu per satu alasan “pertama, reklamasi itu sama dengan proyek orde baru. Sebab, kebijakan reklamasi dilakukan tanpa partisipasi dan konsultasi dengan masyarakat, serta tanpa adanya perhatian pada nelayan dan lingkungan hidup. Kedua, pembangunan yang berlebihan hanya memperparah bencana ekologis, seperti banjir rob di sepanjang teluk Jakarta. Ketiga, merusak lingkungan hidup yang ada di kawasan Teluk Jakarta. Keempat, kebutuhan pasir laut yang besar untuk reklamasi merusak ekosistem laut yang diurugnya. Kelima, proyek reklamasi dapat menghancurkan Jakarta sebagai ibu kota negara yang menjadi kawasan strategis nasional. Keenam, reklamasi itu rekayasa lingkungan yang merusak lingkungan dan ekosistem alamiah di Teluk Jakarta. Ketujuh, Pertumbuhan karang di Pulau Seribu pun akan terganggu akibat tekanan bahan pencemar dan sendimen. Ditambah lagi ada perubahan arus yang semakin meningkat akan menghantam pulau-pulau kecil di Pulau Seribu. Delapan, merusak tata air wilayah pesisir. Sebab, reklamasi menambah beban Sungai Jakarta di saat musim hujan. Jika air sungai terhambat keluar, akan menyebabkan penumpukan debit air di Selatan. Sembilan, kawasan hutan mangrove di Muara Angke yang sejatinya sebagai habitat alami yang di dalamnya terdapat binatang akan terancam akibat tanggul laut menambah tekanan pada hutan tersebut. Lalu, situs sejarah kota Jakarta sebagai kota bandar dengan pulau-pulau bersejarahnya di sekitar Teluk Jakarta akan tergerus dan hilang. Pelabuhan Sunda Kelapa misalnya, akan terancam dengan keberadaan 17 pulau reklamasi yang direncanakan Pemprov DKI itu. Sebelas, reklamasi mengancam obyek vital nasional. Misalnya saja Pulau G yang merusak kabel pipa dan kabel gas bawah laut serta PLTU Muara Karang yang menjadi suplai listrik ibukota Jakarta. Selanjutnya, proyek reklamasi hanya diperuntukan bagi kalangan ekonomi atas saja karena harga properti yang akan dijual itu bisa mencapai miliaran rupiah. Tiga belas, Pemprov DKI Jakarta seharusnya melakukan restorasi, bukan reklamasi yang akan menambah kerusakan dan pencemaran laut, baik selama proses pembangunannya maupun proses berjalannya pulau-pulau reklasi itu. Empat belas, reklamasi 17 pulau akan mengganggu aktivitas kapal dari total 6.000-an kapal nelayan dan mengurangi keberadaan pangan, khususnya ikan yang ada di DKI Jakarta. Lima belas, perairan Teluk Jakarta pasca proyek reklamasi yang ditambah dengan Giant Sea Wall akan menjadi comberan raksasa yang menyebabkan kematian ikan dalam skala besar. Dan yang terakhir, reklamasi hanya akan menjadi perumahan dan pusat komersial. Tak ada capaian besar ataupun urgensi ekonomi. Padahal biaya sosial dan lingkungannya itu sangat tinggi”





Aku langsung meninggalkan meja makan dan menuju kamar setelah menjelaskan panjang kali lebar, aku cukup yakin dengan alasan kuat yang aku buat agar papa sadar bahwa semuanya tidak hanya urusan pribadi saja yang dipikirkan. Aku maklum karena papa dan mama adalah orang-orang lulusan ekonomi bukan politik sepertiku. Aku kembali ke kamar dan sibuk dengan chat grup line dan membahas tentang demo selanjutnya dengan mahasiswa lain.

“Dek..” Orion tiba-tiba masuk, entah tidak ada angin tidak ada hujan, ia masuk ke kamar dan duduk di sebelahku


“Kenapa? Mau ceramah lagi?” aku yakin motifnya mendatangiku adalah untuk mendamaikanku dengan papa, tapi ya silahkan dicoba. Tidak akan ada yang bisa lagi untuk membelokanku, statement apapun akan aku patahkan


“Kamu tuh, sama papa sendiri musuhan dosa kamu!” aku hanya memasang wajah datar karena aku sedang tidak ingin bercanda ala-ala adik kakak “pernah gak sih Dek kamu mikir ya berandai-andailah, misalkan papa bangkrut dan udah ngga bisa lagi ngebiayain kita semua?” aku mulai tidak mengerti arah pembicaraanya “kamu tuh posisinya cuman jadi anak, belom jadi orang tua. Kamu ngga bakal ngerti susahnya bangun usaha, jatuh bangunya buat bertahan, yang kamu tau kan cuman papa usahanya lancar gitu doang. Hidup tu ngga sesimple apa yang kamu dan orang-orangmu pikirin. Papa tuh berusaha berjuang buat kamu, eh kamunya ngga tau diri malah berjuang buat orang lain dan ngejatuhin papa sendiri” dan entah kenapa tiba-tiba aku merasa bersalah dengan papa. Sumpah deh, Orion bikin pikiranku ke mana-mana.


“Kamu tuh ngomong apaan sih Kak!” aku berusaha mengalihkan pembicaraan dan berpura-pura tidak mengerti


“Aku ngga berusaha buat belokin pikiranmu, cuman sekadar ngingetin aja sih, kalo hidup tuh juga semuanya bukan tentang kamu dan duniamu aja. Jadi, abang cuman nyaranin sih, pikir-pikir dulu deh kalo ngomong sama orang tua. Dan emang apa untungnya sih kamu teriak-teriak di depan Balai Sarbini dengan berbagai orasimu. Paling yang nganggep itu keren cuman kamu dan orang-orangmu selebihnya bakal nganggep itu kampungan. Yaudahlah abang mau ke depan dulu, ngobol sama papa” Orion tiba-tiba diam.






“Udah kelar orasinya?”

“Gini deh” aku hanya menghela nafas “ibarat kamu makan sandwich tadi deh, pemerintah ibarat mama, kamu adalah pemesanndan sandwich adalah sebuah negara” sumpah aku semakin tidak mengerti jalan pikiranya “kamu kan nggak bisa makan telur karena alergi akhirnya kamu pasti kalo mesen sandwich cuman daging tanpa telur, padahal sebenernya kata abang sandwich pake telur itu enak banget! Tapi berhubung kondisimu lebih baik kalo tanpa telur akhirnya mama kan membuatkan apa yang terbaik buat kamu, menyesuaikan kondisimu” aku mulai mencerna kata-kata nya “padahal bagi abang lebih baik pakai telur, karena mama tau kalau kamu bakal gatel-gatel kalo makan telur akhirnya mama membuat keputusan untuk tidak memasukan telur ke sandwichmu. Kayak pemerintah, mereka tuh udah tau gimana kondisi negaranya, mau kamu bilang lebih baik kalo ngga direklamasi mereka yang sudah mengerti kondisi negaranya ngga akan menggubris kamu karena pemerintah lebih paham dari kamu” setelah panjang kali lebar Orion berdiplomasi ia keluar kamar dan seketika itu pikiran ku tidak karuan.


Apa semua yang selama ini aku lakukan salah. Tapi bagiku, membela hak-hak orang lain adalah kebenaran mutlak. Dan apa yang selama ini aku lakukan tidak ada yang sia-sia justru setelah aku menyuarakan hak-hak mereka, pemerintah mulai memperhatikan mereka yah meskipun hanya sebagian kecil. Tapi aku tidak pernah memikirkan jika aku di posisi mereka, aku juga tidak pernah berpikir jika posisi papa akan dirugikan dan berimbas pada kami.

Aku tidak ingin berhenti membela hak-hak mereka tapi aku juga merasa bersalah dengan papa. Ah, Orion selalu membuat aku harus berpikir keras. Lebih baik aku tidur. Ya itu adalah jalan terbaik daripada aku harus memikirkan ini sandwich, papa, aku, mama dan pemerintah. Ah sudahlah.


Karya : Bu Dewi Novayanti (Guru IPS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar