CINDY JULIANI
8E/9
HARI IBU
“Kukuruyukkkk…..krukkrukk.....”
Suara ayam jago berkokok menandakan pagi akan segera terbit. Di sisi lain ada keluarga
yang hidup di tengah keterbatasan. Tepatnya di pesisir pantai hiduplah seorang ibu tua dan
putranya bernama Elang. Ibu Elang memanglah tidak muda namun keinginannya bekerja
untuk menyambung hidup sangat gigih. Sehari-hari ibu bekerja sebagai penjual ikan yang
dikulak dari nelayan setempat. Ini ia lakoni agar Elang tetap bisa sekolah dan sama seperti
teman-temannya. Ibu Elang seorang single mother yang tangguh karena beberapa tahun lalu
ayah Elang pergi melaut dan tak pernah kembali.
(Flashback)
“Ibu, bapak pergi dulu ya, ibu di rumah hati-hati jaga Elang, nanti ketika bapak
pulang mari kita ke pasar membeli apapun yang ibu dan Elang suka!!!”
“Pak, cuaca saat ini sedang tidak baik untuk melaut, ibu tidak setuju bapak
pergi sekarang, besok saja pak.”
“Tidak ibu, kita harus segera mengumpulkan uang untuk biaya sekolah Elang.
Bapak tidak apa-apa, jadi ibu tenang saja ya. Bapak berangkat dulu.”
Sejak saat itu bapak Elang tidak pernah kembali, namun ibu dan Elang tetap menunggu.
Pagi-pagi ibu ke dermaga terlebih dahulu untuk mengulak ikan dari nelayan kemudian
bergegas pulang untuk mengantar Elang ke sekolah dan langsung menuju pasar untuk
berjualan.
“Kring-kring-kring” (suara bel ibu sampai rumah)
“Elang, bangun nak!! Ayo siap-siap berangkat sekolah.”
“Sebentar ibu, Elang masih mengantuk.”
“Ayo nak, mari berangkat ibu sudah siapkan sarapan ya”
(Di sekolah)
“Ibu, Elang berangkat, dadaaaaah ibuuu.”
“Dah nak sekolah yang rajin yaa.”
“Baik ibu.”
Ibu berangkat ke pasar dengan terburu-buru untuk mengejar para pelanggan.
“Ikan segar, ikan segar. Ibu, mari dibeli ikan segar saya bu.”
Siang hari berlalu namun dagangan ibu belum laku satu ikan pun. Di sisi lain bel
berbunyi menandakan waktu pulang telah tiba.
“Ting-ting-ting….horeeeeeeee” (sorak anak-anak antusias pulang)
Elang bergegas pulang ke rumah, karena ibu hanya mengantar Elang berangkat sekolah
saja sehingga Elang harus pulang sendiri. Elang adalah anak yang memiliki sifat baik dan
sadar akan kehidupannya bersama ibunya sehingga tidak menuntut banyak hal.
(Hari-hari berlalu)
Suatu pagi di sekolah, ibu guru menerangkan bahwa hari ibu akan tiba tepat tanggal
22 Desember. Sontak kelas menjadi gaduh karena kegembiraan murid-murid yang
antusias menyambut hari ibu.
“Horee…….bagaimana ini? Aku bingung mau bawain apa buat ibuku?”
“Haaa kalau aku sih udah pasti bunga, karena ibu suka sekali dengan harumnya,
dan aku akan membeli yang paling mahal.”
Ibu guru langsung menanyai Elang.
“Anak-anak diam sedikit, Elang bagaimana denganmu? Apa sudah memikirkan
sesuatu yang akan diberikan kepada ibumu?”
“Iiiiyaaa ibu, saya sedang memikirkannya.”
“Ya sudah mari kita lanjut chapter 5 ya anak-anak.”
(Bel pulang berbunyi)
Seperti biasa Elang pulang berjalan kaki dan mulai merenung tentang hadiah apa yang
pantas diberikan pada ibunya. Terlebih Elang tidak mempunyai uang saku. Sesampainya
di rumah, Elang berganti baju dan makan siang yang sudah disiapkan ibunya.
“Kring-kring..... ibu pulaanggggg.”
“Ibuuuuuuuuuuu,” jerit Elang.
“Apakah sudah makan nak? Gimana tadi sekolahnya? Sebentar ibu akan masuk”
“Iya bu, lancar.”
“Sini, duduk di pangkuan ibu.” Saat ibu meminta Elang duduk di pangkuan
ibunya, Elang melihat kaki ibu yang mengapal dan kasar. Sontak Elang bertanya.
“Ibu, mengapa kaki ibu? Apakah sakit?”
“Tidak nak ini hanya luka dan kasar biasa. Besok juga sembuh “
Malam tiba sembari Elang berfikir mungkin karena ibu memakai sandal yang sudah usang.
Keesokan paginya Elang berangkat bersama ibunya seperti biasa namun ia melihat ada
nelayan rumput laut yang membutuhkan pekerja. Maka sepulang sekolah ia bergegas
ke pedagang tersebut tanpa memberi tahu ibunya
“Bapak….apakah benar bapak membutuhkan pekerja?”
“Iya benar dek, memangnya ada apa?”
“Itu bapak, saya hendak menjualkan rumput lautnya.”
“Benar kah itu? Apa kau tidak capek pulang sekolah?”
“Benar bapak.”
“Ya sudahlah, jika seperti itu kamu jaga kios ini bapak akan lihat berapa banyak
yang beli rumput lautnya.”
Ternyata rumput laut yang dijual Elang laris manis dan berlipat keuntungan.
“Wahh hebat kamu nak laris manis rumput lautnya, ini upah buat kamu. Besok
datang lagi atau tidak?”
“Insyallah datang bapak. Elang izin pamit pak, takut ibu khawatir”
Elang terburu-buru pulang dan seolah tidak terjadi apa-apa karena memang ibu pulang
petang dan terjadi perbincangan seperti biasa untuk menambah kedekatan antara ibu dan
anak. Setiap hari Elang tetap melakukan pekerjaan ini hingga uang yang ditentukan
terkumpul dan tiba saatnya Elang pergi ke pasar untuk membelikan ibunya sandal yang
bagus. Namun tak lupa Elang berterima kasih dan berpamitan pada bapak nelayan yang
telah memberinya pekerjaan.
“Buu, ini berapa?”
“Oh ini 50 ribu dek”
“Baik ibu saya ambil, terimakasih bu”
Sesampainya di rumah, Elang membungkus dan mempersiapkan hadiah terbaiknya untuk
ibunya besok di hari ibu. Pagi-pagi Elang menyisipkan hadiahnya di samping tidur ibu.
Hingga tiba-tiba ibu menangis terharu.
“Nak apakah ini kau yang memberikan?” tanya ibu sambil tersedu.
“Hehehe benar ibu. Ibu jangan menangis. Pasti ibu tidak suka hadiahnya yaa?”
“Tidak, hadiah ini sangat bagus nak. Ibu sangat suka sandal ini, cocok dengan ibu.”
Elangpun menceritakan proses yang ia lalui hingga bisa membelikan sandal untuk ibu.
Hari-hari berlalu, Elang dan ibunya semakin bahagia.
---Hari ibu adalah hari mengenang jasa ibunda yang sudah mengandung, melahirkan dan
membesarkan dengan penuh cinta. Maka tidaklah bijak jika perspektif hari ibu sekedar
simbol pemberian hadiah dan ucapan selamat, namun bisa dimulai dengan menanyakan
kabar ibu dan belajarlah memberikan kehormatan dan kemuliaan pada kedua orang tua
melalui hal kecil---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar